Thursday 11 October 2018

Novel Gaikotsu Kishi-sama, Tadaima Isekai e Odekake-chuu Bahasa Indonesia Volume 2 Chapter 9

Novel Gaikotsu Kishi-sama, Tadaima Isekai e Odekake-chuu Bahasa Indonesia Volume 2 Chapter 9



Translator : Sai Kuze

Chapter 9 - Sungguh Tak Beralasan


Jalanan di hutan tidaklah lebar; ada jurang di sebelah kiri, dan pohon-pohon berakar tebal dan semak belukar berdiri di sebuah lereng sehingga sulit untuk melihat daerah dibaliknya.

Di jalanan seperti itu, kereta hitam besar, yang ditarik empat kuda sedang melaju dengan kencang.

Kereta itu memiliki desain yang agak sederhana, tetapi mata seorang pengrajin pasti bisa melihat detail yang lebih bagus dari kereta itu dan menilainya sebagai milik seorang bangsawan.



Ksatria yang menaiki kuda mengelilingi kereta hitam besar saat melaju bersamanya. Dalam kombinasi dengan tentara yang mengikuti di belakang, ada total lima puluh orang yang melindungi kereta.

Masing-masing dari mereka mengenakan set peralatan yang cocok dan terampil melaju dengan pergerakan yang efisien.

Melaju sejajar dengan kereta kuda berbeda dari yang lainnya, pengendara kuda itu dihiasi dengan set armor yang menonjol.

Pemuda itu, yang memiliki rahang persegi, dengan rapi menyisir rambut hitam sehatnya, sembari dengan hati-hati mengamati daerah sekitarnya.

Pria ini adalah anggota salah satu dari tujuh keluarga duke Rhoden, pewaris sah dari keluarga Frivetran, Lendl Do Frivetran. Dan dia saat ini komandan pengawal kereta hitam.

Mempertimbangkan bangsawan yang menjadi penumpang di kereta, bahkan jumlah pengawal seperti itu dapat dianggap terlalu sedikit. Namun, jika jumlah mereka lebih besar kecepatan melajunya pasti akan dikorbankan, dan karena waktu adalah esensi tidak ada pilihan selain menggunakan lebih sedikit orang dalam ekspedisi ini.

Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk membawa penumpang kereta itu menghadiri sebuah pertemuan rahasia di Rinburuto Arch Dukedom, sehingga kota-kota besar yang dikendalikan oleh seorang lord pasti dihindari. Oleh karena itu, jalan yang berbeda dari jalan utama yang lebih cepat ke tempat tujuan telah dipilih.

Di jalan seperti itu haruslah waspada terhadap serangan monster dan bandit yang tak terduga, jadi lima puluh orang di sini terpilih sebagai yang terbaik dari yang terbaik.

Meskipun begitu, Lord Lendil tidak lengah dalam tugasnya dan membuat semua orang mempertahankan kecepatan mereka saat ini sejak satu setengah hari yang lalu.

Di dalam kereta, seorang wanita muda sedang memandang ke luar jendela di hutan dan awan kelabu di atas sembari mendesah.

Gadis berusia enam belas tahun ini masih memiliki penampilan yang muda meskipun dia adalah putri kedua dari kerajaan Rhoden, namun dia suasana yang menyertainya seperti seorang wanita dewasa.

Juliana mencoba menenangkan dirinya dengan bermain dengan penjepit rambut pirang gelapnya. Pelayannya, yang siap menunggu dengan sekeranjang kembang gula, memanggil sang putri.


“Juliana-sama, apa anda ingin memakan sesuatu untuk merileksnya tubuh? Apa mungkin anda sedikit cemas mengenai kunjungan ke Rinburuto ini?”


Teman masa kecil Juliana dan pelayan pribadinya, Feruna, menawarkan senyum tulus saat sang putri menggelengkan kepalanya dengan ekspresi bermasalah.


“Meskipun kunjungan kali ini dirahasiakan, aku tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman ini. Kecepatan dan jarak kita saat ini dari tempat tujuan pasti telah membuat para pengejar menyerah menangkap kita, tapi ……”


Sementara keduanya berbicara, langit di luar kereta menjadi gelap sampai ke titik di mana rintikan hujan tampaknya akan segera terjadi. Perasaan gelisah samar-samar berputar di dalam dadanya, saat dia melihat ke langit sebelum menutup matanya begitu pandangannya mulai kabur.

Pada saat itu, dari depan kereta— jeritan dan teriakan bergema dari pengawal barisan depan.


"Serangan musuh !!!"


Selain kereta, Lendi segera mengambil alih komando unit dan memerintahkan mereka untuk waspada saat kelompok itu mengatur formasi kembali.

Unit merespon komando dari pemimpin mereka dan mengambil formasi defensif melingkari kereta dengan postur siap melawan apapun.

Lendi mengambil posisi paling depan dan menatap musuh di depan mereka.

Bahkan setelah meninggalkan ibukota secara rahasia, dan bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, penyergapan telah dilakukan sebelumnya. Hanya ada sejumlah kecil alasan yang bisa menjelaskan situasi ini.

Lendi merasa jengkel pada dirinya sendiri karena ini terjadi, tapi sekarang bukan waktunya membiarkan pikiran seperti itu mengaburkan pikirannya.

Sepintas jelas bahwa para penyerang bukanlah bandit sederhana, jadi mereka pasti dikirim oleh faksi pangeran pertama atau kedua. Beberapa 【 Flame Bullets 】 dari akademi sihir api secara bersamaan dilemparkan untuk menyerang unit.

Tidak mungkin para perampok biasa akan memiliki lebih dari satu orang yang mampu menggunakan sihir.


“Musuhnya adalah penyihir! Hentikan lantunan mereka! Ksatria dengan perisai mithril majulah!”


Sekelompok ksatria menyiapkan tameng mereka saat mereka melangkah maju sementara barisan belakang mulai menarik panah mereka. Tiba-tiba ada sesuatu menembus unit dan berhasil menyerang anggota barisan belakang yang sedang menarik kembali anak panah mereka.

Jeritan dan keresahan menerobos para tentara karena serangan mendadak yang tiba-tiba, lalu Lendi berusaha membangun kembali semangat dengan teriakannya yang menggelegar.

Untungnya, anak panah itu ditembak dari kedalaman hutan, jadi panah itu ditembakkan ke lereng vertikal dan hanya berhasil mengenai seorang tentara di ujung barisan.

Hampir seratus orang muncul dari kedalaman hutan. Sementara mereka memiliki penampilan para perampok, gerakan mereka layaknya pasukan bayaran yang terlatih.


“Unit 1-3 mundur kembali menjadi formasi pertahanan yang lebih ketat! Jangan biarkan para bajingan itu mendekat !! Yang lain membentuk barisan di depan kereta! Lindungilah dengan cara apapun !!”


Unit mulai menyebar seperti yang diperintahkan.

Mereka berada pada kerugian dalam segi jumlah, dan karena ancaman serangan sihir yang kuat, satu-satunya strategi yang layak adalah membuat barisan di depan untuk memblokade kereta.

Namun, gerakan beberapa tentara lebih buruk dari biasanya, menyebabkan keterlambatan dalam pembangunan formasi.

Sementara para pengawal berjuang untuk membentuk menjadi dua regu, pemimpin tentara bayaran di belakang membentuk bibirnya menjadi seringai menggelikan.


"Tembakkan panah sekali lagi!"


Ketika pria itu memberi perintah, pria lainnya yang membawa busur secara bersamaan mengarahkan anak panah mereka.

Saat panah ditembakkan, para ksatria dan tentara membentuk formasi pertahanan melindungi sekitar kereta mencegah dampak luka fatal yang akan diterima.

Namun, para tentara yang menerima serangan mendadak sebelumnya dan mendapatkan luka telihat jelas kehilangan mobilitasnya dan itu pasti menyebabkan formasi hancur karena kerja samanya kurang sempurna.


"Hancurkan pertahanannya !! Tujuan kita adalah nyawa sang putri !!!”


Pada perintah kedua pria itu, ratusan pria yang seperti bandit itu berteriak serempak saat mereka mulai berlari menerjang formasi pertahanan. Para pengawal mati-matian mencoba mempertahankan formasi saat pertempuran langsung dengan tentara bayaran pecah di sebuah jalan hutan yang sempit ini.

Ketika pergerakan pengawal semakin buruk, mereka mulai roboh satu demi satu dan mereka tidak lagi terlihat seperti para elit yang telah dipilih untuk mengawal sang putri.


"Cox-sama, apakah pergerakan buruk para pengawal itu adalah sesuatu yang anda lakukan?"


Pemimpin tentara bayaran dipanggil oleh seorang pria pendek yang melangkah mendekat mengenakan jubah seorang priest. Di tempat yang tidak dijaga para pengawalnya, seorang pria pendek membuat senyuman menjijikan yang tidak cocok untuk penampilan seorang priest ketika mengunggu jawaban dari pertanyaannya.


"Bishop Borane, rahasianya ada di dalam sini."


Priest pendek bernama Bishop Borane memiliki rambut berwarna gagak di atas kepalanya, janggut pendek, mata tajam, dan senyum menjijikan yang lebih pas disebut seorang thief daripada seorang priest.

Tapi, pedang di pinggangnya dan armor kulit asli yang melilit tubuhnya adalah peralatan yang para bandit tidak pernah bisa miliki.

Bishop Borane menerima anak panah yang dipegang pria itu.

Nama pria itu adalah Cox Carlo De Brutus.

Dia adalah pewaris sah Brutus Dukedom dari beberapa keluarga Duke di Rhoden dan mengikuti strategi ayahnya, seorang anggota faksi pangeran pertama, itulah dirinya.

Panah yang telah diserahkan kepadanya tampak seperti panah biasa bagi uskup Borane, lalu dia melirik Cox untuk mendengar tujuannya.


“Coba anda perhatikan, kepala panah sudah dicelupkan ke dalam racun. Namun, racun Giant Basilisk yang digunakan adalah komoditas yang agak sulit didapat. Meskipun tidak bisa menghasilkan kematian seketika, ini masih tetap menyebabkan bahkan pergerakan pasukan elit akan menjadi buruk.”


Ketika Cox mengungkapkan rahasianya, ekspresi Barone mencerminkan kebahagian sejatinya.


"Ha ha! Cox-sama sepertinya sudah mempersiapkannya.”

“Ini baru tersedia beberapa hari yang lalu. Karena waktunya sedikit, hanya sedikit saja yang bisa disiapkan, jadi setelah kami kembali, aku pastikan untuk menyiapkannya lebih banyak."


Saat keduanya mengobrol dan tertawa, mereka memfokuskan perhatian mereka pada hancurnya formasi pertahanan dan pria itu dengan putus asa mencoba membuat kereta untuk bergerak maju.

Lendl, komandan pengawal kereta itu, melirik sosok para anak buahnya yang roboh dan hanya bisa mengutuk situasi saat ini.

Alasannya karena dia tidak pernah membayangkan bagian belakang formasi pertahanan akan hancur.

Para penyihir musuh yang sebelumnya memberikan serangan sekarang menggunakan kesempatan untuk memojokan ksatria bertameng mithril. Namun, para penyihir mundur kembali ketika regu penyergapan yang terdiri dari hampir 50 pria mendekat.

Dalam waktu singkat semua bagian belakang telah benar-benar hancur, memberikan para pengawal sedikit waktu untuk bertindak.


"Semua ksatria yang tersisa, siapkan 『 Kristal sihir peledak 』!!"


Para ksatria yang telah memblokir serangan penyihir dan yang telah melawan musuh di garis depan menyarungkan senjata mereka dan menarik bola kristal dari kantong di pinggang mereka.

Ketika musuh melihat tindakan aneh ini mata mereka melotot, ketika mereka mencoba untuk mundur dengan terburu-buru namun di sisi lain, orang-orang yang berada di belakang tidak dapat melihat apa yang terjadi di depan dan mengakibatkan jalan terblokir.


“Dasar bodoh !! Mundur!! Mundur!!"


Teriakan itu bergema ketika musuh mencoba untuk mundur saat mereka melihat apa yang dipegang Lendl dan diarahkan pada mereka.


"Tembak!!!!"

『 Meledaklah. Bunuh musuh-musuhmu─ 』


Pada perintah Lendl, para ksatria menggenggam bola di tangan mereka dan secara bersamaan mengucapkan kalimat aktivasi untuk peralatan sihir itu.

Kemudian mereka mulai melemparkan bola ke arah yang menyebabkan mereka mendarat tepat di depan formasi utama musuh. Sesaat kemudian suara yang memekakkan telinga dan ledakan mengguncang daerah itu dan menghancurkan beberapa musuh.

Bagian depan formasi hancur, membuat para penyihir tidak berdaya karena Lendl mengambil kesempatan untuk menunggangi kudanya melewati celah yang terbuka.


“Hancurkan pada satu titik! Posisikan dirimu di depan kereta !! Ikuti aku!!!"


Ketika Lendl memberi perintah, dia mencengkeram leher kudanya dan memimpin pertempuran.

Bahkan ketika musuh melemparkan 【 Fire Bullet 】 dan 【 Rock Bullet 】, dia dengan terampil terjun menghampiri pasukan musuh dengan perisai mithril dan pedang di tangannya.

Sembari menebas lawan-lawannya dari atas kudanya, ksatria di belakangnya mengikutinya.

Ketika sebuah lubang mulai terbentuk di barisan musuh, 【 Fire Bullet 】 menghancurkan tanah di depan kuda Lendl yang menyebabkan kudanya menjerit dan roboh, menyebabkan Lendl terlempar.

Ksatria di belakang kuda Lendl yang terangkat dengan cepat bergerak keluar dari area robohnya, ketika musuh menerjang binatang yang jatuh dan menusukkan pedang mereka ke perut dan tenggorokannya.

Lendl mencoba bangkit setelah dia terlempar, tetapi kakinya yang patah mencegahnya berdiri.

Seorang pria yang memegang tombak pendek di depan Lendl yang sedang berjuang sembari menampakan senyum menjijikan saat dia menusukkan tombaknya ke perut Lendl.


"Guha !!"


Memuntahkan darah dari mulutnya, memegangi perutnya, Lendl melihat kembali kereta yang ditumpangi lord yang harus dia lindungi dengan penglihatannya yang secara bertahap memudar. Matanya hanya mencerminkan kematian, karena seorang thief berbadan besar secara paksa membuka pintu kereta.

Pria yang membuka pintu memiliki sebilah pedang yang dilumuri darah di tangannya, dan mencoba mengayunkannya pada pelayan yang meyerangnya dengan belati dari dalam kereta. Panik, pria itu memblokirnya dengan tangan kirinya.

Belati menembus sangat dalam di lengan kiri pria itu, dan dalam kemarahannya dia memukul pelayan menggunakan kekuatan penuhnya.


"Wanita sialan !!"


Tubuh dan wajah pelayan Feruna menerima serangan penuh pria itu menyebabkan dia jatuh di tempat dan tidak dapat bergerak.

Pria itu menarik keluar belati yang telah tertanam di lengannya dan dengan paksa menusuk pedangnya ke dada Feruna.


"Gaha!"


Kesadarannya dengan cepat memudar ketika darah mulai menggenang di dalam kereta. Pria itu melanjutkan untuk menendang pelayan keluar dari langkahnya.


"Tidaaaaaaak !!!! Ferunaaaaaaaa !!!”


Melihat kematian teman masa kecilnya dan pelayannya, Juliana tidak peduli dengan gaun mewahnya menjadi kotor saat dia mencoba untuk mengangkat tubuh Feruna.

Namun, ketika pria itu mendekat dia menusukan pedang yang masih ditutupi darah Feruna ke dada Juliana.

Ekspresi Juliana seperti sebuah kebingungan, pupil matanya mengecil sementara pedang itu semakin terbenam ke dadanya.

Wajahnya berubah menjadi ekspresi penuh air mata dan kesakitan, suaranya menolak untuk meninggalkan bibirnya dan hanya darah yang berhasil keluar.

Tak lama, anggota tubuhnya kehilangan semua kekuatan mereka dan dia tergantung di dinding kereta, sebuah kabut mulai meresap ke dalam pikiran sang putri dan semangat yang tercermin di matanya mulai meredup.

Setelah pria itu melirik sebuah benda pada gadis itu, dia menarik pedangnya dan menyeka darahnya dengan gaun sang putri sebelum menyarungkannya. Dia kemudian dengan hati-hati melepas kalung yang tergantung di leher sang putri.

Dia keluar dari kereta dengan kalung seolah-olah itu adalah sesuatu yang penting.

Ketika perlawanan terakhir pengawal mulai dihancurkan, situasi ini mencapai kesimpulannya.

Datang dari belakang, Cox mengamati situasi dan menghabisi sisa pengawal yang masih hidup sebelum mengeluarkan perintah.


“Baiklah mulai bertingkah seperti bandit! Barang-barang berharga yang kau ambil akan ditambahkan sebagai upahmu!”


Atas perintahnya, para tentara berpakaian seperti bandit mengeluarkan teriakan gembira saat mereka mulai melucuti semua barang berharga para pengawal dan senjata mereka.

Sembari melihat para tentara dengan sedikit iri hati, Cox berbicara kepada pria pendek yang berdiri di sampingnya, yang tampak gelisah karena suatu alasan.


"Bishop Borane, apakah ini sudah cukup?"

“Be-Begitukah? Tidak, aku kagum dengan ucapanmu …… ”


Ketika Bishop Borane melihat orang-orang bersiap untuk mencari jarahan, sebuah ekspresi gembira muncul di wajahnya. Berdiri di samping bishop, dia hanya bisa bergumam “Sungguh menjijikan” pada dirinya sendiri.


"Cox-sama, kenang-kenangan Yang Mulia Juliana."


Sementara Cox mengatakan sesuatu seperti itu, pria besar yang bertanggung jawab untuk membunuh sang puteri mendekat dan dengan nada rendah berbicara.

Pria itu dengan hormat berlutut ketika dia menyerahkan kalung yang dia ambil dari leher sang puteri beberapa saat yang lalu.


"Melelahkan. Sang putri adalah makhluk yang mengecewakan ...... Namun, sampai-sampai membawa kristal sihir peledak. Kerusakan di pihak kita jauh lebih berat berkat itu.”


Setelah menerima kalung itu dari bawahannya, bibir Cox berubah menjadi senyuman menjijikan.

Kalung itu adalah salah satu dari dua benda yang dikirim oleh mendiang ratu kepada putrinya. Di tengahnya ada permata besar yang dililit bunga emas dan disekelilingnya dihiasi permata yang lebih kecil.

Kalung itu dibungkus dengan hati-hati dalam kain sutra dan dimasukkan ke dalam saku di dadanya. Namun, ketika Cox hendak memberikan sinyal untuk mundur.


““ Gyaaaaaaaaaa !!!! ””


Teriakan kematian terdengar di area umum di mana para tentara mengumpulkan rampasan perang mereka.

Ketika Cox berbalik ke arah jeritan, dia melihat sekelompok serigala putih besar melompat keluar dari hutan, dan bawahannya yang ketakutan berhamburan ke segala arah.

Tidak, pemandangan di hadapannya bukanlah tindakan untuk memangsa manusia.

Serigala-serigala menggeram dengan kencang, memperlihatkan taring mereka kepada orang-orang di sekitarnya sebelum mereka menerjang untuk menggigit.

Meskipun pangjang mereka lebih dari dua meter, serigala cukup lincah, taring dan rahang mereka yang kuat akan menjadi akhir dari setiap tentara yang bergerak sembrono.

Para penyihir mencoba melawan menggunakan sihir, tetapi serigala-serigala itu mendeteksi bahaya itu dan tak lama kemudian hampir semua penyihir telah tercabik-cabik.

Mereka yang mencoba untuk melawan para serigala dengan pedang menyadari tubuh serigala memudar ketika mereka menebasnya dan tiba-tiba kepala mereka dihancurkan dari belakang.

Orang-orang yang mengirim kelompok Juliana ke neraka beberapa waktu yang lalu sekarang diseret ke neraka mereka sendiri, dan Cox hanya bisa menatap terkejut.


"Haunting Wolves ………:


Pria besar di samping Cox mengucapkan nama utusan dari neraka dengan ekspresi takjub.

Mendengar nama monster itu menyebabkan Cox tersadar kembali dan dia mulai memberi perintah.


“Semua pasukan mundur !!! Berkumpul kembali di titik pertemuan !!! Unit ksatria kelas berat, angkat perisai dan buang semua persediaan lainnya !! Lepaskan kuda-kuda sebagai umpan !! ”


Para tentara yang mendengar perintah itu mundur secepat mungkin.

Unit ksatria kelas berat turun dan mengeluarkan barang-barang mereka dari kuda-kuda mereka. Setelah mencambuk badan kuda, ksatria mengambil perisai dari tas mereka. Untuk meningkatkan kecepatan melarikan diri, sejumlah kecil orang-orang dengan perisai besar bergabung ke dalam formasi pertahanan.


"Mundur!! Mundur!!!"


Karena waktu sangat berharga dan dia masih perlu bertahan hidup, Cox memberi perintah untuk mundur lagi dan lagi.


"Sial! Berapa banyak dari mereka di sana? !!


Salah satu tentara yang berhasil bertahan hidup sampai sekarang diserang oleh lima belas Haunting Wolves, tetapi tidak diketahui berapa banyak yang benar-benar nyata.


“Aku pernah mendengar bahwa Haunting Wolves dapat mengendalikan dua atau tiga ilusi pada saat yang bersamaan. Mungkin mereka bisa menghasilkan lima atau lebih meskipun …… ”


Cox mengeluarkan kutukan karena bawahan terdekat mengungkapkan pemikirannya tentang masalah itu.

Memegang perisai saat mundur, beberapa yang berhasil lolos dari cengkraman dewa kematian terbentuk menjadi kelompok besar yang mengingatkan unit militer mereka yang sebenarnya. Ekspresi gembira yang mereka miliki saat berburu harta karun tidak ada lagi saat ini.

Adapun Haunting Wolves, mereka meninggalkan mayat di sekitar kereta karena mereka tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Tak lama, tempat itu tidak bisa lagi diakui sebagai tempat di mana penyergapan terjadi. Begitu mereka melarikan diri dari hutan, ketegangan akhirnya pecah, menyebabkan para tentara roboh satu demi satu.

Cox menghela nafas saat kelelahan berakhir menyusulnya dan ketegangan yang dia rasakan berkurang. Dia berbalik untuk melihat sisa-sisa pasukannya.

Namun, ia hanya bisa mengutuk dan menghela nafas lagi pada kenyataan bahwa pertempuran dengan pengawal dan serangan Haunting Wolves memakan lebih dari setengah anak buahnya.


[ Volume 2 Chapter 9 SELESAI ]




Like Fanspage Facebook kami supaya tidak ketinggalan update!!
😌


1 comments so far


EmoticonEmoticon